KUPANG, terasntt.co — Pengamat Ekonomi Universitas Kristen Artha Wacana (UKW), Dr. Frid O. Fanggidae, M.Si., MEP, menyoroti beberapa program pemerintah pusat yang perlu diselaraskan dengan kondisi spesifik di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) agar tepat sasaran dan efektif. Semua program pemerintah baik adanya untuk kepentingan masyarakat, namun perlu dipertimbangkan efisiensi dan efektifitas.
Dalam kaitan dengan NTT akan memiliki pemimpin baru, Frid berharap agar program para kandidat lebih realistis dengan kondisi fiskal daerah yang sedang tidak baik – baik.
Untuk itu Frid menyoroti janji salah satu pasangan calon yang bertekad memberikan insentif kepada kader posyandu sebesar Rp 300 ribu per bulan. Ini menurut pengamat ekonomi UNKRIS tidak realistis kondisi daerah saat ini.
Berdasarkan data yang ada, terdapat sekitar 62.000 kader posyandu di seluruh desa di NTT. Jika setiap kader menerima Rp300 ribu per bulan, maka diperlukan anggaran sekitar Rp223,2 miliar per tahun. “Jika dihitung, 62.000 kader posyandu dengan insentif Rp300 ribu setiap bulan akan membutuhkan anggaran sekitar Rp223,2 miliar per tahun. Dengan kondisi APBD NTT yang masih terbebani utang, sangat tidak mungkin program ini bisa dijalankan,” tegas Frid.
Ia menilai janji tersebut hanya sebatas kampanye tanpa kajian mendalam terhadap kondisi anggaran daerah yang ada. “Janji ini terlihat asal-asalan dan tidak mempertimbangkan kondisi anggaran daerah yang terbatas. Hal ini seharusnya dipertimbangkan secara matang agar janji yang diberikan realistis dan dapat terealisasi,” tandasnya.
Sementara program makan siang gratis yang dicanangkan pemerintah pusat, Menurut Frid sebaiknya diterapkan langsung melalui masyarakat desa dengan memberdayakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). “BUMDes dapat diperkuat sebagai pelaksana agar program ini tepat sasaran dan berdampak langsung pada masyarakat desa,” kata Frid kepada wartawan di Kupang beberapa waktu lalu.
Ia juga menanggapi diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2024 mengenai penghapusan kredit macet bagi pelaku usaha mikro, termasuk petani.
Frid berharap aturan ini bisa dimanfaatkan oleh petani dan BUMDes yang mengalami kredit macet melalui dukungan dari calon pemimpin yang terpilih. “Banyak hal dari janji pemerintah pusat yang bisa diterapkan di lapangan dengan pendekatan yang lebih konkret dan operasional,” tambahnya.
Pada kesempatan itu Frid juga menjelaskan, bahwa keuangan APBD NTT, yang sebagian besar terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk itu peningkatan PAD sangat diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada dana pusat dan mencapai kemandirian fiskal.
“Pemerintah provinsi perlu memperbesar akses DAK dengan persiapan administrasi yang baik agar bisa memperoleh alokasi lebih besar dari pusat,” kata Frid.(*/tim)