Pembangunan Talud Lewowerang berhenti karena Kadus III Desa Kenotan Mengundurkan Diri

Foto Kades Kenotan dan Talud Lewowerang

ADONARA, terasntt.co — Pembangunan Talud Lewowerang, saat ini berhenti karena kepala dusun III, Desa Kenotan, Adonara Tengah, Anton Weran mengundurkan diri. Saat ini sedang dalam proses Kadus III untuk melanjutkan pekerjaan.

Demikian hal ini disampaikan Kepala Desa Kenotan, Hironimus Doma Korebima saat diwawancarai via Ponselnya dari Kupang, Minggu (17/11/2024).

“Jadi kalau tentang talud di Lewowerang itu pekerjaannya masih berjalan. Tapi karena Kepala dusun III, Anton Weran menarik diri dari Kepala Dusun III di Bulan Juli sehingga pekerjaannya terhenti. Kami akan proses kepala dusun baru dan pekerjaan talud akan diselesaikan oleh kapala dusun yang baru. Bukan karena uang habis, itu tidak benar,” ungkap Hironimus.

Ditanya tentang batas waktu pekerjaan dan berakhirnya pencairan anggaran publik tanggal 15 Desember tahun 2024, Hironimus menjelaskan, bahwa dana untuk pekerjaan lanjutan tidak akan menjadi SILPA di tahun 2025.

Menurutnya, pembangunan Talud terjadi tahun 2023. “Begini, kegiatan itu terjadi tahun 2023, sesuai dengan kondisi di kampung terkait dengan anggaran dan biaya pembangunan talud termasuk HOK sudah disampaikan dan dijelaskan kepada masyarakat.

Hironimus malah menjelaskan kesepakatan yang dibangun masyarakat dengan pemerintah tentang Hari Orang Kerja (HOK).

“Sudah ada kesepakatan bersama dengan masyarakat dusun III bahwa HOK pekerjaan Talud Lewo Werang setelah selesai pekerjaan akan diserahkan oleh pemerintah desa tanpa kurang satu rupiah pun. Jadi saya sampaikan bahwa kalau HOK dibayar setiap hari, pagi datang bekerja dan sorenya kami kasih HOK maka kami pemerintah kesulitan. Resikonya pemerintah minus besar. Sementara itu ada kesepakatan lain, bahwa karena jalan menuju SD Inpres Kenotan tepat di depan rumahnya Doni Suban rusak, maka HOK bagi masyarakat akan digunakan untuk pembangunan jalan.
Jadi setelah selesainya pekerjaan talud akan diselesaikan pembangunan jalan dengan anggaran dari HOK masyarakat pekerja talud,” Jelas Hironimus.

Pada tempat dan waktu berbeda, mantan Kepala Dusun III, Anton Weran dikonfirmasi terkait pengunduran dirinya mengakibatkan berhentinya proyek talud Lewowerang, menegaskan, bahwa pengunduran dirinya tidak ada kaitan dengan berhentinya pelaksanaan proyek talud Lewowerang tetapi karena faktor umurnya yang sudah semakin tua.

“ Berhentinya proyek itu jauh sebelum saya mengundurkan diri. Jadi tidak ada hubungan sama sekali. Sebagai kepala dusun pelaksanaan proyek itu di lingkungan saya, setiap hari masyarakat yang bekerja semakin hari semakin berkurang, walau saya selalu mengumumkan agar masyarakat tetap bekerja. Faktor ini juga yang mengakibatkan saya mengundurkan diri selain umur saya,” ungkap Anton.

BACA JUGA:  Simak Penjelasan Fungsional Penyuluh Jupiter Siburian Soal Pelaporan SPT Tahunan dan Pemadanan NIK- NPWP

Ditanya tentang proyek Talud Lewowerang apakah dilakukan oleh TPK, Ia menjelaskan, bahwa selama pekerjaan berlangsung seluruh belanja barang dilakukan oleh KAUR Pembangunan.

“Mau bilang ada TPK sebagai pelaksana dan penanggungjawab pekerjaan saya kurang tahu tapi yang melakukan pembelanjaan material adalah KAUR Pembangunan. Pengeluaran untuk biaya belanja barang saya sendiri tidak mengetahuinya. Selain itu, papan pengumuman pelaksanaan proyek pun tidak dipasang sehingga masyarakat tidak mengetahui adanya proyek pembangunan talud,” kata Anton mengulangi pernyataan masyarakat.

Menurut Anton jika pelaksanaan pekerjaan itu HOK dibayar dan tidak dijadikan tambahan pembangunan sesuai kesepakatan sebelumnya, mungkin masyarakat masih mau bekerja menyelesaikan pekerjaan itu.

“HOK untuk masyarakat digunakan untuk pengerjaan jalan di Lewolein – SD Inpres. Setahu saya pemerintah desa menyediakan beberapa ret pasir, sementara semen diambil jatah pembangunan jalan Belangpukeng – Tuakbarang di saat pekerjaan sedang berlangsung. Diminta pinjam pakai untuk pekerjaan jalan di Dusun III Lewolein. Karen masih banyak semen yang tersedia maka itu dipinjamkan,” jelas Anton.

Sementara itu, tokoh masyarakat Simon Sabon Amang kepada terasntt.co mengatakan, bahwa anggaran pembangunan Talud Lewowerang tidak diketahui masyarakat umum. Hal ini terjadi karena tidak di pasangnya papan pengumuman, akibatnya masyarakat tidak mendapatkan informasi secara lengkap. Bahkan menurut Sabon Amang pelaksana proyek pembangunan ini tidak diketahui siapa saja Ketua dan anggota TPK.

“Kami dengar ada anggaran untuk proyek pembangunan Talud Lewowerag tapi angka pastinya kami tidak tahu karena tidak ada papan informasi yang ditempel agar masyarakat tahu bahwa ada pembangunan talud dengan besaran anggarannya. Termasuk TPK yang melaksanakan pekerjaan itu juga kami masyarakat tidak tahu.

“Kami kerja katanya talud dimaksud sebanyak 3 trap. Masih satu trap yang belum dikerjakan, jadi kami bertanya-tanya uangnya masih ada atau tidak karena tiba-tiba saja masyarakat tidak mau kerja lagi. Informasi awal, bahwa proyek Talud Lewowerang akan dikerjakan dalam tiga trap. Saya ini tinggal di rumah samping pembangunan itu jadi saya tahu bahwa kalau orang datang kerja saya pasti terlibat kerja.

BACA JUGA:  Semi final Piala Asia 2023 : Tumbangkan Korea Selatan 2-0, Yordania Cetak Sejarah ke Final 

Selain itu campuran semen juga dipertanyakan bahwa kerja dalam kampung sendiri seharusnya menggunakan campuran sesuai standar kualitas supaya kuat dan tahan lama. ” Anak-anak omong soal mutu bangunan tidak didengar oleh pihak pelaksana proyek sehingga masyarakat kelak akan bertanya tentang mutu bangunan, ungkap Sabon Amang.

Ia menjelaskan bahwa pekerjaan yang menyertakan masyarakat menurut kebiasaan masyarakat kampung Kenotan, apalagi pekerjaannya disamping rumah adat, masyarakat akan banyak yang datang. Tetapi karena yang disampaikan hanya dusun III menjadi tenaga kerjanya maka hanya masyarakat Dusun III yang terlibat.

“ Waktu kerja kalau mau ikut kebiasaan di kampung karena kerja di samping rumah adat masyarakat umum satu kampung Kenotan pasti terlibat tetapi diberitahukan hanya dikerjakan oleh dusun 3, jadi masyarakat dusun III saja yang mengerjakannya. Talud itu dikerjakan dengan pola swakelola tetapi masyarakat tidak dibayar. Menurut pelaksana bahwa pembayaran Hari Orang Kerja (HOK) itu ada tapi akan dialihkan untuk pekerjaan lain,” jelasnya.

Menurut Sabong, pekerjaan itu dikerjakan hampir satu bulan lebih, sekitar bulan April atau Mei, tetapi ia lupa karena tidak ada papan proyek. Awalnya masyarakat dusun III banyak yang hadir dan terlibat kerja tapi pada akhir-akhir penyelesaian terap ke 2 masyarakat mulai kurang terlibat hingga akhirnya tidak terselesaikan hingga saat ini.

“Saya tinggal di rumah dan amak bapak yang juga ada dan menurut adat dan budaya kita, bahwa tanah kita sudah lukai dengan seremonial adat (bau lolon/tuang tuak) sehingga anak-anak lewotanah tidak mendapat halangan dalam pekerjaan. Dan kami masih menunggu selesainya proyek agar tua adat melakukan seremonial penutup,” katanya.

Tahun ini pekerjaan belum selesai tapi tahun depan kami harus tanya, kepada pemerintah desa, apalagi kerja dalam kampung sendiri memulainya dengan seremonial adat harus dilakukan seremonial penutupan. Tahun depan saya akan menanyakan kepada pemerintah desa. Jadi sekitar bulan April tahun 2025 kami akan menanyakan tentang proyek ini sudah selesai atau belum,” tandasnya.(pol)