Bangun Partisipasi dan Keswadayaan Masyarakat

Masyarakat Desa Kenotan, Adonara Tengah, Swadaya bangun jembatan Waitete

ADONARA, terasntt.co — Wakil Ketua BPD Desa Kenotan, Adonara Tengah, Kabupaten Flores Timur, Elias Rian Tukan mengungkapkan kebanggaan akan partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pekerjaan swadaya pembangunan jembatan Waitete. Kehadiran ratusan masyarakat dalam setiap kali pengerjaan menunjukan bahwa masyarakat memiliki kesadaran untuk membangun dari apa yang dimiliki dari dalam dirinya sendiri atau dari dan untuk dirinya.

Dalam penyelenggaran pemerintahan desa seharusnya di bangun adalah peningkatan partisipasi publik dalam bentuk keswadayaan masyarakat seperti pembangunan Waitete.

Demikian disampaikan Elias di tengah sedang berlangsung pengecoran jembatan melalui hubungan seluler, Kamis, (21/11/2924.

Dikatakannya, jika pola pembangunan dengan melibatkan masyarakat seperti dalam penyelenggaran pemerintahan, masyarakat ditempatkan sebagai subyek pembangunan seperti ini, maka pemerintahan desa akan cepat maju, karena masyarakat akan merasa memiliki pembangunan dan capaian hasil dari pembangunan itu sendiri.

“Kalau menurut saya partisipasi dalam bentuk swadaya murni masyarakat adalah hal yang sangat penting terutama dalam penyelengaraan pemerintahan desa, harus dibangun semangat untuk meningkatkan partisipasi publik atau masyarakat umum. Bisa dalam bentuk keuangan, tenaga. Sehingga dengan kegiatan pembangunan swadaya murni pembangunan jembatan di Waitete ini, swadaya yang mulai dari pendanaan,” ungkap Elias.

” Jika di semua pekerjaan ini di rupiahkan menelan anggaran ratusan juta rupiah. Saya amati partisipasi masyarakat seperti ini dalam bentuk tenaga kerja jika dirupiahkan akan menelan biaya ratusan juta rupiah. Sebagai contoh hari pertama kerja masyarakat petani yang datang itu ratusan orang melampaui ekspetasi panitia,” ungkap Elias.

Menurutnya partisipasi masyarakat sangat luar biasa seperti ini terutama berkaitan dengan swadaya seperti ini. Dan hal ini, berhubungan dengan keluh kesah masyarakat di jawab oleh pemerintah desa atau tidak. Dalam forum kebutuhan masyarakat, instrumen tempat pengaduan jarang mendapat tempat. Melalui forum-forum desa; turba pemerintah desa, BPD, selalu keluh kesah masyarakat di wilayah-wilayah yang nanti menjadi pemanfaat jalan ini.

Elias mengatakan, masyarakat sampaikan aspirasinya, pengeluhan masyarakat, memang tidak didengar. Mungkin belum waktunya, atau karena ketersediaan dana belum ada sehingga kesannya ya… di bilang masa bodoh juga tidak, tapi karena di desak dengan kebutuhan itu, yakni pembangunan jembatan menuju kantong produksi sehingga kalau kami buat pengamatan masyarakat Desa Kenotan, pemanfaat jalan ini adalah masyarakat yang memiliki kantong produksi pertanian maupun perkebunan. Lebih dari setengah penduduk petani Desa Kenotan memiliki kebun-kebun berada di wilayah kantong produksi ini. Tapi mobilisasi hasil pertanian ke kampung tidak ada sehingga akibatnya kost mobilisasi produksi menjadi sangat mahal. Ini yang membuat masyarakat termotivasi membangun infrastruktur jembatan.

Permintaan Pengalihan Proyek Paret Menuju SMA

Kepala desa Kenotan, Hironimus Doma Korebima mengungkapkan dukungannya dalam pekerjaan pembangunan jembatan secara swadaya yang di prakarsai masyarakat dari kampung Lama Ole, Wua One, Bao Langung, dan Hanya saja respon pemerintah desa dalam “menyuntik” dana tidak bisa dilakukan karena sudah di penghujung tahun anggaran 2024.

Saat dikonfirmasi terasntt.co beberapa waktu lalu terkait pembangunan jembatan Waitete secara swadaya, kades Kenotan mengaku tidak bisa berbuat apa-apa karena pembangunan jembatan Waitete bukan bagian dari perencanaan pembangunan di desa.

“Untuk kami di lingkungan pemerintah desa, begitu ada pembangunan di kampung, kami dukung. Karena ini sudah di penghujung tahun 2024, maka kami tidak bisa menyuntik dana. Sudah sulit karena sudah di penghujung tahun. Kami tidak bisa buat apa-apa karena itu bukan bagian dari perencanaan,” ungkap Hironimus.

BACA JUGA:  Pariwisata dan Infrastruktur Hijau dari Melki-Johni Untuk NTT

Ia melanjutkan bahwa bentuk respon pemerintah desa terhadap pembangunan jembatan yang sedang berjalan itu adalah dengan membicarakannya dengan Ketua BPD, Rofinus Tupen Juan dan Wakil Ketua, Elias Riang Tukan untuk mengalihkan rencana proyek pembangunan paret atau drainase dari samping rumah warga menuju SMA Negri Adonara Tengah.

Menurutnya, Ketua BPD mengiyakan, sementara Wakil BPD masih harus menyampaikan kepada masyarakat melalui Ketua Panitia Pelaksana Pembangunan, Agus Demon Bala.

Menurut Hironimus, secara kelembagaan pemerintah desa dan secara pribadi dirinya menyampaikan kepada ketua BPD, Rofinus Tupen Juan dan Wakil Ketua BPD Elias Rian Tukan bertepatan dengan bakti masyarakat pembersihan lokasi kegiatan hari pertama, terkait sumbangan masyarakat dan pengalihan pekerjaan drainase menuju SMA.

Penyampaian permintaan pengalihan proyek drainase itu menurutnya, bukan karena rencana pelaksanaan drainase mendapat penolakan masyarakat tetapi karena masyarakat sedang fokus mengerjakan pembangunan swadaya jembatan Waitete.

“Saya sampaikan itu pada saat bakti hari hari pertama, ketua panitia menyampaikan bahwa kewajiban masyarakat itu (sumbangan per KK Rp. 100.000-red) saya sedang berada di lokasi kegiatan. Kebetulan juga kami (pemerintah desa –red) berencana melakukan kegiatan tahun 2024 ini, membangun paret atau drainase di depan rumahnya Bapak Karel menuju SMA Negeri. Tapi sampai waktu dikonfimasi belum ada respon dari masyarakat bukan berarti masyarakat tidak mau kerja tetapi karena masyarakat sedang fokus kegiatan pembangunan jembatan Waitete. Jadi ketua BPD, saya sampaikan bahwa, kegiatan Waitete sudah mulai dilaksanakan, bersamaan dengan itu pemerintah desa merencanakan pembangunan paret, bagaimana kita alihkan dana ini ke kegiatan pembangunan jembatan. Ketua BPD jawab ok. Lalu saya ketemu pak Elias sebagai wakil Ketua BPD. Setelah saya sampaikan niat itu ke wakil ketua, secara tidak langsung mengiyakan. Tapi dia sampaikan akan menyampaikan di panitia. Setelah disampaikan, panitia keberatan. Panitia memiliki keraguan bahwa nanti urusan dengan pemerintah itu kan ribet pertanggungjawaban.

Ketua Panitia, Agus Demon Bala dikonfirmasi terkait keberatan mengalihkan rencana pembangunan paret atau drainase dengan pekerjaan swadaya pembangunan jembatan Waitete mengatakan bahwa panitia bukan menolak keterlibatan pemerintah desa tetapi dua hal yang menjadi alasan panitia; yang pertama adalah urusan administrasi terutama berkaitan pertanggungjawaban menjadi rumit, apalagi saat ini, anggaran 2024 sudah mau tutup buku di pertengahan bulan Desember ini. Waktu perubahan anggaran juga sudah tutup, jadi kami masyarakat akan mengalami kesulitan berkaitan dengan mekanisme pertanggungjawaban jika anggaran pemerintah disertakan dalam pekerjaan Waitete.

Kedua, bahwa pembangunan swadaya jembatan Waitete, dimulai dengan pertemuan dengan orang tua ke empat kampung yang menginisiasi pekerjaan ini. Jika kemudian pemerintah desa mengalihkan proyek lain untuk jembatan Waitete, orang tua dan masyarakat akan berasumsi bahwa pembangunan Waitete bukan swadaya tetapi dari proyeknya Perintah Desa Kenotan.

Sementara rencana pengalihan Proyek Paret menuju SMA, Elias mengungkapkan bahwa permintaan pengalihan itu di rumahnya Wakil Ketua BPD. Elias balik mempertanyakan jika pengalihan proyek itu dilakukan apakah dokumen desa juga sudah dirubah? Karena. Dari pemerintah desa tidak bisa semudah pindah tempat proyek tertentu karena proyek pemerintah desa itu termuat dalam dokumen resmi yang harus di rubah kalau ada perubahan lokasi dan jenis kegiatan terlebih dahulu sehingga tidak menyalahi aturan.

Yang kedua, kalau itu sumbernya dana desa bapak desa harus berpikir baik-baik dulu. Kalau bukan sumbernya bukan dana desa itu mudah, tapi kalau sumbernya dana desa pengelolaan dana pembuatan jembatan itu harus lurus.

BACA JUGA:  Mengapa Paket Melki - Johni yang Menjadi Pilihan ?

“….lalu di campur dengan dana desa nanti unsur pertanggung jawaban seperti apa? Pengelolaanya seperti apa? Dan itu rumit.
Kades bilang itu tidak apa-apa. Itu berarti di bentuk TPK, pertanyaannya apakah ketua panitia pembangunan, sekretaris dan bendahara dianggap sebagai TPK?,” ungkap Elias.

Menurut Elias, pemerintah desa mau mengalihkan itu karena mereka kesulitan soal tenaga kerja untuk proyek pengerjaan paret menuju SMA. Dalam pertemuan degan masyarakat di Bao Langu, Wua Oneng, bahwa untuk tenaga kerja akan direkrut dari masyarakat yang ada di kampung atau wilayah ini. Masyarakat dalam pertemuan itu mengatakan bahwa kami mau kerja tanpa HOK pun baik atau HOK dijadikan untuk menambah volume kerja, tapi pemerintah desa harus terbuka tentang jumlah pagu anggaran dan RAB-nya seperti apa harus dijelaskan secara terbuka. Pemerintah desa kesulitan di situ dan tidak terbuka.

Dan dijanjikan untuk pertemuan ke dua dengan pemerintah desa membawa RAB untuk dilihat bersama. Pertemuan direncanakan dimulai jam 9.00. masyarakat tunggu jam 12 pemerintah tidak datang dan rapat batal. Kemudian janji rapat lagi, tapi pemerintah desa tidak hadir dan batal. Itu yang mulai gagal pekerjaan paret dari situ. Sehingga mereka sengaja mau pindahkan lokasi itu.

Sementara itu masyarakat petani, Piter Ara Weran menjelaskan, bahwa berlangsungnya pekerjaan pembangunan swadaya jembatan Waitete, dengan partisipasi masyarakat petani yang tinggi disebabkan para petani memiliki niat dan keinginan untuk uang yang ada di kebun-kebun diperoleh dengan mudah.

“Semua punya niatan yang sama, bahwa kami ini petani dan pembangunan jembatan ini untuk akses kami petani mencari uang di kebun. Kami memiliki kebutuhan yang sama akan akses menuju sentra produksi pertanian dan perkebunan dengan kondisi kondisi topografi yang sulit dijangkau apalagi. Ketiadaan jembatan penghubung sentra ekonomi ini membuat kami petani tergerak untuk bergerak bersama membangun jembatan penghubung ini. Kebutuhan akses jembatan penghubung ini hampir meliputi seluruh wilayah Desa Kenotan,” jelas Piter.

Piter mengatakan, bahwa dengan cara apapun termasuk yang tidak lasim atau tidak halal tapi di halalkan (sabung ayam-red). Dengan tujuan kami punya uang yang ada di kebun itu bisa berjalan. Sehingga semua masyarakat petani Desa Kenotan menyikapi ini dengan hadir bersama membangun jembatan Waitete.
Kehadiran masyarakat petani hampir seluruh Desa Kenotan ini bukan hanya karena mereka memiliki kebun di wilayah yang hendak dibangun jembatan ini, tetapi ini karena di panggil lewo tanah untuk terlibat membangun lewo tanah. Karena partisipasi masyarakat dalam pekerjaan pembangunan Waitete karena lewo tanah memanggil. Bukan hanya ke empat kampung sebagai inisiatornya tetapi Lewo Tanah Kenotan memanggil. Semuanya karena lewo tanah. Jadi pekerjaan ini sebetulnya karena lewo tanah memanggil.

“Karena lewo tanah memanggil maka di luar wilayah kantong produksi ikut bersama-sama membangun jembatan ini. Mereka menyumbang dari apa yang mereka bisa sumbang, dan bukan panitia yang minta sumbangan. Masyarakat meminta dan rela memberi sumbangan secara sukarela dan terlibat bekerja. Contohnya, wilayah Kampung Riang Bao yang tidak memiliki kebun dalam wilayah pembangunan jembatan Waitete tetapi mereka menyumbang dan berpartisipasi dalam pekerjaan ini,” ungkap Piter. (pol)