Oleh : Bernard Sili Atasoge
( Refleksi di hari Guru )
Demikian saya beri judul artikel ini, ” Selamat Hari Guru”. Saya mengangkat judul di atas karena terinspirasi seusai merayakan pesta akbar ini ucapan selamat hari guru mengalir tak terbendung mengisi layar galery Android kesayanganku.
Tentu ucapan ini tidak sekadar meramaikan dunia maya, tetapi lebih dari itu sebagai apresiasi dan ucapan terimakasih kepada para guru. Mungkin diantara sekian yang memberi ucapan merasa berutang budi atas jasa-jasa para guru tatkala mendampingi, membimbing, mengeja kata menghitung angka di ruang-ruang kelas reot tempo itu.
Dan di banyak tempat meriahrayakan hari guru diisi dengan berbagai kegiatan yang murah memeriah. Semua guru turut ambil bagian dengan rasa bahagia yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Penuh semangat dan antusias. Melalui medium ini terlihat mereka saling menyapa, saling menguatkan untuk turun lapangan pertandingan, seperti bola volly, bola dandut, bola kaki dan tarik tambang.Melslui olahraga bersama, dengan gerakan serempak, dan sama-sama bermandi peluh, terungkap nilai kekompakan, kerja sama, saling pengertian,percaya diri tanpa dikomdo siapa pun dari luar lapangan.
Hal ini nampak pada PGRI cabang Adonara Tengah Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT). Menurut laporan Ketua PGRI Elias R. Tukan, S.Pd dalam sambutann pelantikan pengurus baru PGRI Cabang Adonara Tengah periode 2025- 2030 mengatakan, keanggotan PGRI kita sekitar 316 orang. “Anggota PGRI kita sekitar 300-an orang dengan multikarakter, yang nanti akan berkolaborasi, berjuang bersama, pengurus baru Thomas Arakian Boli, S.Pd, yang saat ini mengajar pada Sekolah Menengah Atas Negeri( SMAN) Adonara Tengah, kata Elias (25/11-2025).
Sementara penetapan tanggal 25 November bukanlah sekadar menggenapi angka-angka dalam sebuah kalender tahunan atau untuk diingat sebagai rutinitas upacara tahunan belaka. Lebih dari itu, merupakan momentum refleksi kolektif untuk menghargai, mengapresiasi jasa sosok-sosok guru yang telah mendedikasikan hidupnya untuk melukis masa depan bangsa di atas kanvas bernama “ruang kelas”.
Di balik seragam dinas dan tumpukan buku pelajaran, berlatarkan papan hitam dan kapur tulis terdapat cerita perjuangan, kesabaran, dan cinta yang sering kali tak terucapkan. Karena itu dengan judul artikel di atas dimaksud agar lebih membumi turun menyapa setiap orang yang pernah berjumpa dengan sosok yang terus mengeja kata, menghitung angka di ruang-ruang kelas berukuran 8 kali 9 meter persegi kala itu.
Dari ucapan ke ucapan oleh alumni, orangtua, pemerhati dalam berbagai media bisa diduga bahwa guru bukanlah sekadar sosok manusia biasa dengan tugas mentransfer ilmu pengetahuan atau mengajarkan satu tambah satu sama dengan dua, atau menjelaskan hukum perubahan energi, atau gaya gravitasi dari buku pelajaran. Namun, peran guru sesungguhnya jauh melampaui itu. Ia mengajarkan apa yang tidak diajarkan google dalam era digital saat ini seperti empati, etika, solidaritas, kolaborasi hingga berpikir kritis.
Guru adalah sosok arsitek karakter. Di tangan merekalah, nilai-nilai kejujuran, disiplin, kerja keras, dan empati ditanamkan. Mereka tidak hanya mengajarkan kita tentang cara berhitung, tetapi juga cara memperhitungkan risiko dalam hidup. Mereka tidak hanya mengajarkan kita membaca, tetapi juga mengajarkan bagaimana memaknai makna yang tersirat dalam kehidupan sosial dan alam semesta.
Sebutan “Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” telah ada sejak dahulu namun hingga kini masih relevan, terdengar merdu dengan makna yang tak pernah pudar, kendati terus diterpa, ditantang dengan perkembangan teknologi kekinian.
Guru di era modern memiliki tantangan yang luar biasa.
Mereka harus beradaptasi dengan teknologi yang berubah cepat, kurikulum yang dinamis, serta memahami psikologis generasi digital native yang kritis dan unik.
Seorang guru sering kali harus menjadi orang tua kedua, konselor, motivator, bahkan teman bagi murid-muridnya. Mereka sering membawa pulang pekerjaan anak didiknya ke rumah, memeriksa lembar jawaban satu persatu hingga larut malam. Dan selalu memikirkan strategi baru agar murid yang lambat berpikir bisa cepat mengejar pelajaran. Guru sumber solusi untuk siswanya agar bisa keluar dari petaka belajar.
Lelah fisik, dan perut keroncongan sering mereka abaikan demi melihat anak didiknya tersenyum karena paham akan suatu materi pelajaran. Demikian juga guru dalam kelelahan terbersit senyum. Hatinya lega karena anak didiknya bisa paham materi yang diajarkan.
Dan Ucapan Terima Kasih
Kepada Bapak dan Ibu Guru, keluar dari hati yang lulus, nurani yang ikhlas karena tidak pernah menyerah pada kenakalan anak-anak didiknya kala itu. Terima kasih karena berkat jasa para guru mereka dapat mengenal, melihat potensi di dalam dirinya tanpa mereka menyadarinya. Setiap teguran, cubitan adalah bentuk peduli, rasa cinta. Setiap pujian menjadi bara yang membakar mimpi-mimpi anak didiknya.
” Mungkin kami akan lupa apa persisnya isi pelajaran di buku teks kumal pada tahun-tahun itu, tetapi kami tidak akan pernah lupa bagaimana cara bapa dan ibu membuat kami merasa berharga di dalam kelas,” demikian tulis seorang alumni yang sudah bergelar doktor pada sebuah universitas saat ini.
Selamat Hari Guru Nasional. Semoga pelita ilmu dirimu terus bersinar, menerangi jalan generasi penerus bangsa menuju masa depan yang gemilang.
”Guru yang biasa mengatakan, guru yang baik menerangkan, Guru yang superior mendemonstrasikan, Guru yang hebat memberi inspirasi.” —Laurence J.Peter dalam Buku Seluk Beluk Profesi Guru, oleh D. Deni Koswara Halima.(**)
( Penulis adalah guru pada satuan pendidikan formal SD Negeri Polugedang Kecamatan Adonara Tengah hingga saat ini).






